10/05/08 09:20
FPN Usulkan 5 Agenda 100 Tahun Harkitnas
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Badan Pekerja Pusat (BPP) Front Persatuan Nasional (FPN) KH Agus Miftach mengusulkan lima agenda memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-100 yakni, mendeklarasikan kembali Pembukaan UUD 1945, meninjua kembali produk UU dan peraturan, meminta pemerintah menyusun GBHN, meninjau kembali sistem politik kepartaian dan sistem perekonomian nasional.
"Rapat kebangsaan, untuk mendeklarasikan kembali Pembukaan UUD 1945 yang diikuti oleh masyarakat, pemuda, pelajar dan mahasiswa yang setia kepada NKRI," katanya dalam keterangan persnya di Jakarta, Sabtu.
Dalam acara Silaturahmi Keagamaan dan Kebangsaan II itu, Agus menegaskan, deklarasi Pembukaan UUD 1945 itu merapakan ekspresi dukungan rakyat kepada NKRI yang bersendikan Pancasila dan Preambule UUD 1945.
Dia mengusulkan, meninjau kembali produk perundang-undangan yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 agar dapat dilakukan perubahan, pergantian dan 'judicial review' secara signifikan.
"FPN meminta pemerintah menyusun Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) agar segala sesuatu yang menyangkut jalannya Negara-Bangsa dapat terukur secara transparan, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan hasil-hasilnya," katanya.
Selain itu, meninjau kembali sistem politik dan kepartaian agar lebih sesuai sebagai bentuk impelemantasi ideologi Pancasila dan konstitusi UUD 1945 serta meninjau kembali sistem perekonomian nasional agar berpihak kepada kepentingan rakyat, dengan mendorong tumbuhnya sektor riil dan permodalan masyarakat.
Pada kesempatan tersebut, Gus Miftah mengatakan, merebaknya ideologi fundamentalisme agama yang dikembangkan oleh kelompok minoritas tertentu yang menganggap dirinya pihak yang paling benar dengan mengobarkan rasa permusuhan di kalangan masyaraka, adalah hal yang sangat memprihatinkan, dan perlu disikapi dengan tegas tanpa kehilangan kearifan sebagai sesama warga bangsa.
"Hal tersebut terutama disebabkan oleh mundurnya idealisme kebangsaan seiring dengan proses de-ideologisasi yang menggeser nilai Pancasila," ujarnya.
Menurut tokoh dari kalangan NU itu, perlu revitalisasi dan reaktualisasi ideologi Pancasila sebagai sistem nilai kebangsaan Indonesia yang dinilai mengalami kemunduran selama dasawarsa terakhir ini.
"Surutnya Pancasila dari spiritualisme kebangsaan Indonesia, menjerumuskan bangsa kepada solusi pragmatis buta yang menyesatkan. Kini bangsa Indonesia tengah mengalami disorientasi dan dislokasi yang membuatnya tak lagi berpijak kepada nilai-nilai historis kebangsaan dan tujuan nasional serta cita-cita bangsa sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945," katanya.
Dipihak lain, katanya, negara diduga tengah digerogoti oleh berbagai gerakan trans-nasional yang bermaksud mendirikan "state-system" yang lain yang didasarkan atas kepentingan masing-masing, termasuk kepentingan teokratisme yang nihilis.(*
Komentar
Posting Komentar